HUTAN

               Hutan merupakan suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas.Pohon sendiri adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas. Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda daripada daerah di luarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembab, yang berbeda daripada daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan. Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan yang memang telah di sediakan dan tidak merusak hutan. Sebagai fungsi ekosistem hutan sangat berperan dalam berbagai hal seperti penyedia sumber air, penghasil oksigen, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global. Sebagai fungsi penyedia air bagi kehidupan hutan merupakan salah satu kawasan yang sangat penting, hal ini dikarenakan hutan adalah tempat bertumbuhnya berjuta tanaman. Dari pembahasan diatas, sekarang akan dibahas tentang jenis hutan. Berikut di bawah ini adalah pembagian macam – macam dan jenis – jenis hutan yang ada di sertai arti dan definisinya ( penjelasannya ) :
Menurut asal
1. Hutan Tinggi
Hutan yang pepohonannya tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut.
2. Hutan Rendah

Hutan yang berasal dari tunas cenderung menjadi lebih rendah dan dapat mencapai umur lebih pendek.

3. Hutan Sedang
Hutan yang di tumbuhi oleh macam – macam tumbuhan atau di sebut juga hutan campuran.

4. Hutan Perawan ( Hutan Primer )
Hutan yang masih asli dan belum pernah di buka oleh manusia.

5. Hutan Sekunder
Hutan yang tumbuh kembali secara alami setelah ditebang atau mengalami kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil.

Menurut susunan jenis
1. Hutan Sejenis ( Hutan Murni ) : hutan yang memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun tidak berarti hanya ada satu jenis itu.
2. Hutan Daun Jarum ( Seperti Hutan Cemara ) : umumnya terdapat di daerah beriklim dingin.
3. Hutan Daun Lebar ( Seperti Hutan Meranti ) : biasa ditemui di daerah tropis.

Menurut umur
Kita dapat membedakan hutan sebagai hutan seumur (berumur kira-kira sama) dan hutan tidak seumur. Hutan alam atau hutan permudaan alam biasanya merupakan hutan tidak seumur. Hutan tanaman boleh jadi hutan seumur atau hutan tidak seumur.

Berdasarkan letak geografisnya:
1. Hutan Tropika, yakni hutan – hutan di daerah khatulistiwa
2. Hutan Temperate, hutan – hutan di daerah empat musim ( antara garis lintang 23,5º - 66º).
3. Hutan Boreal, hutan – hutan di daerah lingkar kutub

Berdasarkan sifat-sifat musimannya:
1. Hutan Hujan (rainforest), dengan banyak musim hujan.
2. Hutan Selalu Hijau (evergreen forest)
3. Hutan Musim atau hutan gugur daun (deciduous forest)
4. Hutan Sabana (savannah forest), di tempat-tempat yang musim kemaraunya panjang. Dll.
Berdasarkan ketinggian tempatnya:
1. Hutan Pantai (beach forest)
2. Hutan Dataran Rendah (lowland forest)
3. Hutan Pegunungan Bawah (sub-montane forest)
4. Hutan Pegunungan Atas (montane forest)
5. Hutan Kabut (cloud forest)
6. Hutan Elfin (alpine forest)


Berdasarkan keadaan tanahnya:
1. Hutan Rawa Air - Tawar atau hutan rawa (freshwater swamp-forest)
2. Hutan Rawa Gambut (peat swamp-forest)
3. Hutan Rawa Bakau, atau Hutan Bakau(mangrove forest)
4. Hutan Kerangas (heath forest)
5. Hutan Tanah Kapur(limestone forest), dan lainnya
Berdasarkan jenis pohon yang dominan:
1. Hutan Jati (teak forest), misalnya di Jawa Timur.
2. Hutan Pinus (pine forest), di Aceh.
3. Hutan Dipterokarpa (dipterocarp forest), di Sumatra dan Kalimantan.
4. Hutan Ekaliptus (eucalyptus forest) di Nusa Tenggara. Dll.
Berdasarkan sifat-sifat pembuatannya:
1. hutan alam (natural forest)
2. hutan buatan (man-made forest), misalnya:
Hutan Rakyat (community forest)
Hutan Kota (urban forest)
Hutan Tanaman Industri (timber estates atau timber plantation) Dll.
Berdasarkan tujuan pengelolaannya:
1. hutan produksi, yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan kayu (non-timber forest product)
2. Hutan Lindung, dikelola untuk melindungi tanah dan tata air
Taman Nasional
3. Hutan Suaka Alam, dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam
Cagar Alam
Suaka Alam
4. hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain, dapat dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.
Dalam kenyataannya, seringkali beberapa faktor pembeda itu bergabung, dan membangun sifat-sifat hutan yang khas. Misalnya, hutan hujan tropika (lowland tropical rainforest), atau hutan dipterokarpa perbukitan (hilly dipterocarp forest). Hutan-hutan rakyat, kerap dibangun dalam bentuk campuran antara tanaman-tanaman kehutanan dengan tanaman pertanian jangka pendek, sehingga disebut dengan istilah wanatani atau agroforest. Sekarang beralih ke jenis – jenis hutan. Jenis – jenis hutan di bagi menjadi empat, yaitu berdasarkan Biogeografi, berdasarka Iklim, berdasarkan Sifat Tanahnya, dan berdasarkan Pemanfaatn Lahan. Berikut penjelasannya :
Berdasarkan biogeografi :
Kepulauan Nusantara adalah ketampakan alam yang muncul dari proses pertemuan antara tiga lempeng bumi. Hingga hari ini pun, ketiga lempeng bumi itu masih terus saling mendekati. Akibatnya, antara lain, gempa bumi sering terjadi di negeri kepulauan ini.Sejarah pembentukan Kepulauan Nusantara di sabuk khatulistiwa itu menghasilkan tiga kawasan biogeografi utama, yaitu: Paparan Sunda, Wallacea, dan Paparan Sahul. Masing-masing kawasan biogeografi adalah cerminan dari sebaran bentuk kehidupan berdasarkan perbedaan permukaan fisik buminya.
Kawasan Paparan Sunda (di bagian barat)
Paparan Sunda adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Oriental (Benua Asia) dan berada di sisi barat garis Wallace. Garis Wallace merupakan suatu garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sunda dan di bagian lebih timur Indonesia. Garis ini bergerak dari utara ke selatan, antara Kalimantan danSulawesi, serta antara Bali dan Lombok. Garis ini mengikuti nama biolog Alfred Russel Wallace yang pada 1858, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali lebih mirip dengan yang ada di daratan Benua Asia.
Kawasan Paparan Sahul (di bagian timur)
Paparan Sahul adalah lempeng bumi yang bergerak dari Kawasan Australesia (Benua Australia) dan berada di sisi timur Garis Weber. Garis Weber adalah sebuah garis khayal pembatas antara dunia flora fauna di Paparan Sahul dan di bagian lebih barat Indonesia. Garis ini membujur dari utara ke selatan antara Kepulauan Maluku dan Papua serta antara Nusa Tenggara Timur ini mengikuti nama biolog Max Weeber yang sekitar 1902, memperlihatkan bahwa sebaran flora fauna di kawasan ini lebih serupa dengan yang ada di Benua Australia.
Kawasan Wallacea / Laut Dalam (di bagian tengah)
Lempeng bumi pinggiran Asia Timur ini bergerak di sela Garis Wallace dan Garis Weber. Kawasan ini mencakup Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil (Nusa Tenggara), dan Kepulauan Maluku. Flora fauna di kawasan ini banyak merupakan jenis-jenis endemik (hanya ditemukan di tempat bersangkutan, tidak ditemukan di bagian lain manapun di dunia). Namun, kawasan ini memiliki juga unsur-unsur baik dari Kawasan Oriental maupun dari Kawasan Australesia. Wallace berpendapat bahwa laut tertutup es pada Zaman Es sehingga tumbuhan dan satwa di Asia dan Australia dapat menyeberang dan berkumpul di Nusantara.Kalaupun jenis Asia tetap lebih banyak terdapat di bagian barat dan jenis Australia di bagian timur, hal ini karena Kawasan Wallacea sesungguhnya dulu merupakan palung laut yang teramat dalam sehingga fauna sukar untuk melintasinya dan flora berhenti menyebar.
Berdasarkan iklim
Dari letak Garis lintangnya, Indonesia memang termasuk daerah beriklim tropis. Namun, posisinya di antara dua Benua dan di antara dua samudra membuat iklim kepulauan ini lebih beragam. Berdasarkan perbandingan jumlah bulan kering terhadap jumlah bulan basah per tahun, Indonesia mencakup tiga daerah iklim, yaitu:
Daerah tipe iklim A (sangat basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Oktober dan Januari, kadang hingga Februari. Daerah ini mencakup Pulau Sumatera; Kalimantan; bagian barat dan tengah Pulau Jawa; sisi barat Pulau Sulawesi.
Daerah tipe iklim B (basah) yang puncak musim hujannya jatuh antara Mei dan Juli, serta Agustus atau September sebagai bulan terkering. Daerah ini mencakup bagian timur Pulau Sulawesi; Maluku; sebagian besar Papua.
Daerah tipe iklim C (agak kering) yang lebih sedikit jumlah curah hujannya, sedangkan bulan terkeringnya lebih panjang. Daerah ini mencakup Jawa Timur; sebagian Pulau Madura; Pulau Bali; Nusa Tenggara; bagian paling ujung selatan Papua.

Berdasarkan perbedaan iklim ini, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan hutan muson.
Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A atau B, yaitu di pantai timur Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan, dan sebagian besar pantai selatan Papua.
Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari, Agathis, dan Kalappia.
Hutan muson tumbuh di daerah tipe iklim C atau D, yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT, bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan Irian Jaya. Spesies pohon di hutan ini seperti jati (Tectona grandis), walikukun (Actinophora fragrans), ekaliptus (Eucalyptus alba), cendana (Santalum album), dan kayuputih (Melaleuca leucadendron).
Berdasarkan sifat tanahnya
Berdasarkan sifat tanah, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa.
Hutan pantai terdapat sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya seperti ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina equisetifolia), dan pandan (Pandanus tectorius).
Hutan mangrove Indonesia mencapai 776.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera, sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopheria.
Hutan rawa terdapat di hampir semua pulau, terutama Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Spesies pohon rawa misalnya adalah nyatoh (Palaquium leiocarpum), kempas (Koompassia spp), dan ramin (Gonystylus spp).
Berdasarkan pemanfaatan lahan
Luas hutan Indonesia terus menciut, sebagaimana diperlihatkan oleh tabel berikut: Luas Penetapan Kawasan Hutan oleh Departemen Kehutanan Tahun Luas (Hektar) 1950 162,0 juta 1992 118,7 juta 2003 110,0 juta 2005 93,92 juta
Berdasarkan hasil penafsiran citra satelit, kawasan hutan Indonesia yang mencapai 93,92 juta hektar pada 2005 itu dapat dirinci pemanfaatannya sebagai berikut:
1. Hutan tetap: 88,27 juta ha
2. Hutan konservasi : 15,37 juta ha
3. Hutan lindung: 22,10 juta ha
4. Hutan produksi terbatas : 18,18 juta ha
5. Hutan produksi tetap : 20,62 juta ha
6. Hutan produksi yang dapat dikonversi : 10,69 juta ha.
7. Areal Penggunaan Lain (non-kawasan hutan) : 7,96 juta ha.


Lahan hutan terluas ada di Papua (32,36 juta ha), diikuti berturut-turut oleh Kalimantan (28,23 juta ha), Sumatera (14,65 juta ha), Sulawesi (8,87 juta ha), Maluku dan Maluku Utara (4,02 juta ha), Jawa (3,09 juta ha), serta Bali dan Nusa Tenggara (2,7 juta ha).
Penjelasan diatas merupakan jabaran dari jenis dan macam hutan. Sekarang beralih ke bagian – bagian hutan. Bagian-bagian hutan Bayangkan mengiris sebuah hutan secara melintang. Hutan seakan-akan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian di atas tanah, bagian di permukaan tanah, dan bagian di bawah tanah.Jika kita menelusuri bagian di atas tanah hutan, maka akan terlihat tajuk (mahkota) pepohonan, batang kekayuan, dan tumbuhan bawah seperti perdu dan semak belukar. Di hutan alam, tajuk pepohonan biasanya tampak berlapis karena ada berbagai jenis pohon yang mulai tumbuh pada saat yang berlainan.Di bagian permukaan tanah, tampaklah berbagai macam semak belukar, rerumputan, dan serasah. Serasah disebut pula 'lantai hutan', meskipun lebih mirip dengan permadani. Serasah adalah guguran segala batang, cabang, daun, ranting, bunga, dan buah. Serasah memiliki peran penting karena merupakan sumber humus, yaitu lapisan tanah teratas yang subur. Serasah juga menjadi rumah dari serangga dan berbagai mikroorganisme lain. Uniknya, para penghuni justru memakan serasah, rumah mereka itu; menghancurkannya dengan bantuan air dan suhu udara sehingga tanah humus terbentuk.Di bawah lantai hutan, kita dapat melihat akar semua tetumbuhan, baik besar maupun kecil, dalam berbagai bentuk. Sampai kedalaman tertentu, kita juga dapat menemukan tempat tinggal beberapa jenis binatang, seperti serangga, ular, kelinci, dan binatang pengerat lain.
Setelah mengetahui bagian – bagian hutan, sekarang kita ulas tentang manfaat hutan. Tentu hutan sangat banyak mempunyai manfaat. Berikut ulasannya.
Manfaat Penghijauan

Jalur hijau vegetasi berguna untuk mengurangi efek pulau bahang. Tumbuhan dan air akan mengurangi panas melalui evapotranspirasi yang dilakukan. Penambahan luas permukaan untuk vegetasi dapat menurunkan suhu maksium udara.

Intruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 mengemukakan bahwa ruang terbuka hijau mempunyai manfaat sebagai berikut:
1. Memberikan kesegaran, kenyamanan, dan keindahan lingkungan
2. Memberikan lingkungan bersih dan sehat
3. Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga, biji, serta buah atau hasil lainnya.

Manfaat dari segi fisik

Manfaat dari segi ini dapat langsung dirasakan. Manfaat yang dapat langsung dirasakan adalah menciptakan iklim mikro di dalam perkotaan. Rumput-rumputan walaupun tergolong tanaman bawah, namun memiliki peranan untuk merubah komposisi CO2 udara sekitar, presipitasi, dan suhu sekitar dalam kisaran kecil (Dukes et al. 2005).Contah lain adalah Kota Guangzhou, Cina. Kota Guangzhou adalah kota yang terletak di Selatan Cina yang mengalami pertumbuhan kota yang pesat sejak tahun 1980an. Pertumbuhan kota ini menyebabkan ruang terbuka dimanfaatkan sebagai sarana pendukung kegiatan penduduk seperti permukiman atau gedung-gedung. Hal ini menciptakan perubahan iklim mikro dalam kota sehingga kota menjadi panas (urban heat islands). Pemerintah daerah Guangzhou telah melakukan usaha dan menerapkan berbagai macam tipe penghijauan dan kebijakan bentanglahan terkait penghijauan sejak tahun 1949. Diperkirakan total wilayah taman dan ruang hijau lainnya meningkat dari 37,36 km2 tahun 1978 menjadi 83.5 km2 tahun 1999. Telah diukur dan disimpulkan bahwa pada jalan yang memiliki vegetasi menurunkan temperatur di siang hari dibandingkan dengan jalan yang tidak memiliki vegetasi. Pohon di dalam taman, dapat menurunkan temperatur di bawah kanopi sebesar 2,1 oC, sedangkan jalan dan area permukiman sebesar 0,5 sampai dengan 0,9 oC.

Penghijauan juga dapat meningkatkan kelembaban sebesar 9% sampai 25% (Weng dan Yang 2003). Udara alami yang bersih sering dikotori oleh debu, baik yang dihasilkan oleh kegiatan alami maupun kegiatan manusia. Dengan adanya hutan kota, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel yang melayang-layang di permukaan bumi sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan yang mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting.
Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun Bunga Matahari dan Kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel dari pada daun yang mempunyai permukaan yang halus. Manfaat dari adanya tajuk hutan kota ini adalah menjadikan udara yang lebih bersih dan sehat, jika dibandingkan dengan kondisi udara pada kondisi tanpa tajuk dari hutan kota (Dahlan dan Endes 1992).Penghijauan atau hutan kota dapat mengurangi efek pulau bahang. Vegetasi mengurangi efek ini melalui penyerapan sumber-sumber pencemar. Penelitian di Toronto tahun 2005 membuktikan bahwa vegetasi dapat mengurangi sumber-sumber pencemar NO2, S02, CO, PM10 and ozon. Rumput di atap dapat menyerap CO 0,14 - 0,35 Mg, menyerap NO2 0,65 - 1,60 Mg, menyerap ozon 1,27 - 3,1 Mg, menyerap PM10 0,88 - 2,17 Mg, menyerap SO2 0,25 - 0,61 Mg. Pohon mampu menyerap CO 0,06 - 0,57 Mg, NO2 0,62 - 3,74 Mg, ozon 1,09 - 7,4 Mg, PM10 1,37 - 5,57 Mg, dan SO2 0,23 - 1,37 Mg (Currie dan Bass 2005).
Ruang terbuka hijau berupa hutan kota mampu mereduksi kebisingan, tergantung dari jenis spesies, tinggi tanaman, kerapatan dan jarak tumbuh, dan faktor iklim yaitu suhu, kecepatan angin, dan kelembaban. Penelitian di hutan kota Sabilal Muhtadin Banjarmasin (luas ± 2,5 ha) menunjukkan bahwa hutan kota mampu menurunkan kebisingan. dengan luas areal penghijauan. Penurunan kebisingan dari titik 1 (di luar areal hutan kota) dengan kebisingan dititik ukur 2 ( di dalam hutan kota) sebesar 7,51 dB atau 12,74 %, penurunan kebisingan titik ukur 1 dan titik ukur 3 adalah sebesar 10,58 dB atau 17,95 %, dan penurunan kebisingan dari titik ukur 2 ke titik ukur 3 sebesar 3,07 dB atau 5,96 %, berarti penurunan rata rata kebisingan di luar hutan kota dengan kebisingan di dalam hutan kota sebesar 12,07 % (Zulfahani et.al. 2005).

Manfaat dari segi sosial

Keuntungan sosial dari penghijauan dapat dirasakan oleh individual, sebuah organisasi, atau seluruh penduduk. Pemandangan ruang hijau dapat meningkatkan produktivitas kerja, mengurangi kekerasan rumah tangga, dapat mempercepat penyembuhan. Keuntungan ruang hijau juga dirasakan oleh organisasi. Pekerja yang di ruangan sekitanya terdapat pemandangan hijau vegetasi memiliki produktivitas kerja yang lebih tinggi, dan supervisor menyatakan bahwa pekerjanya lebih produktif.Sebagian besar keuntungan penghijauan/lingkungan hijau terukur pada tingkat individu. Pemandangan vegetasi dan air telah dibuktikan mengurangi stres, meningkatkan penyembuhan, dan mengurangi penderita frustasi dan agresi. Pemandangan ruang hijau di rumah juga terkait dengan rasa kasih sayang yang tinggi dan kepuasan tetangga.Tinggal dan bermain di tempat hijau/bervegetasi dapat sangat bermanfaat bagi anak-anak. Bermain di tempat hijau dengan pohon dan vegetasi dapat mendukung perkembangan kemampuan dan kognitif anak. Hidup dalam lingkungan bervegetasi dapat memperbaiki prestasi sekolah siswa dan mengurangi laporan kekerasan dalam rumahtangga (Westphal 2003).Kualitas lingkungan fisik permukiman seperti lingkungan bervegetasi atau tanaman, banyaknya penyinaran matahari, dan sedikitnya kebisingan memiliki kaitan erat dengan umur panjang penduduk. Faktor ruang hijau dan jalan bervegetasi dekat permukiman secara signifikan mempengaruhi kelangsungan hidup 5 tahun penduduk dan ini tidak tergantung pada usia penduduk, jenis kelamin, status perkawinan, prilaku terhadap komunitasnya, dan status sosial ekonomi (Takano et al. 2002).Persentase ruang hijau vegetasi di permukiman penduduk menunjukkan hubungan positif terhadap kesehatan penduduk secara umum. Penduduk yang memiliki ruang hijau vegetasi dengan radius 1 km sampai 3 km di sekeliling permukiman memiliki perasaan sehat yang tinggi dibandingkan dengan penduduk yang tinggal tanpa vegetasi.
Kaitan segala aspek penghijauan di atas terhadap kehidupan masyarakat menjadikan masyarakat kota berwawasan ekologi. Tujuan dari masyarakat kota berwawasan ekologis adalah menyampaikan permasalahan lingkungan perkotaan yang tanpa dirasa cenderung memburuk, menjadikan kota tempat yang aman dan nyaman untuk bekerja, hidup, dan membesarkan anak tanpa merusak kemampuan generasi depan untuk berbuat hal yang sama. Tujuan masyarakat berwawasan ekologi terletak pada umat manusia yang hidup berdampingan dengan siklus alam pada prioritas kepedulian lingkungan dalam penyelenggarakan perkotaan.
 

0 komentar:

Posting Komentar